Acara
3.MENGUJI KETAHANAN VARIETAS TANAMAN TERHADAP HAMA DAN
PEYAKIT TANAMAN
NAMA : APOLLO WIJAYA HALOHO
NPM : E1J012071
DOSEN : Dr.Ir.HENDRI BUSTAMAN, MS
COASS : RAHMAT
LABORATORIUM
ILMU HAMA PENYAKIT TANAMANAN
FAKULAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
BENGKULU
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Peningkatan
produksi pertanian akan tanaman kacang-kacangan, seiring dengan meningkatnya
permintaan konsumen .Hal ini terkait dengan banyaknya kandungan vitamin dari
kacang-kacangan yang sangat berguna bagi tubuh sehingga mendorong orang-orang
untuk mengloahnya menjadi berbagai jenis makanan. Beberapa jenis
kacang-kacangan an tersebut adalah kacang hijau dan kacang kedelai. Kacang hijau adalah sejenis tanaman
budidaya dan palawija yang dikenal luas di daerah tropika.Tumbuhan yang
termasuk suku polong-polongan (Fabaceae) ini memiliki banyak manfaat dalam
kehidupan sehari-hari sebagai sumber bahan pangan berprotein nabati tinggi.Kacang
hijau di Indonesia menempati urutan ketiga terpenting sebagai tanaman pangan
legum, setelah kedelai dan kacang tanah.
Dalam bidang
pertanian, tanaman - tanaman budidaya tidak dapat hidup tanpa perawatan yang
optimal. Permasalahan petani budidaya tentu saja bukan hanya keadaan tanah yang
berkurang unsur hara juga permasalahan keadaan hama dan penyakit yang menyerang
tanaman, dan ternyata permasalah ini yanga paling dominan yang dihadapi para
petani. Hama sendiri merupakan salah satu ekosisten
tetapu akan bersifat merugikan apabila terdapat dalam jumlah / populasi yang
banyak dan merusak tanaman budidaya,sehungga menurunkan kualitas dan kuantitas
produksi tanaman budidaya.Sebagai mahasiswa pertanian sangat diperlukan dan
penting untuk mempelajari jenis dan penaggulangan hama. Oleh karena itu,pada
praktikum ini akan membahas tentang hama, gejala dan tanda. Tanaman yang tahan terhadap hama dan
penyakit tanaman merupakan salah satu elemen dalam pengendalian hama dan penyakit
terpadu. Petani sebaiknya menanam benih yang tahan terhadap hama dan penyakit
untuk mendapatkan pertanaman yang sehat, rendah dari serangan hama dan
pathogen,serta memberikan hasil panen yang tinggi.
1.2
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah
:
1.
Meningkatkan
keterampilan mahasiswa untuk menguji ketahanan tanaman hama dan penyakit utama
pada daerah pengembangan komoditas tersebut
2.
Membandingkn
hama dan penyakit tanaman utama pada beberapa varietas tanaman
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Definsi
varietas tahan
Varietas tahan adalah sifat tanaman yang menderita kerusakan yang lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lain dalam keadaan tingkat populasi hama yang sama dan keadaan lingkungan yang sama. (Tuhfah,2011). Varietas tahan adalah suatu sifat genetic tanaman yang mampu menghasilkan produk yang lebih banyak dan lebih baik dibandingkan dengan varietas lain pada tingkat populasi hama yang sama. (Samsudin,2011).
Varietas tahan adalah sifat tanaman yang menderita kerusakan yang lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lain dalam keadaan tingkat populasi hama yang sama dan keadaan lingkungan yang sama. (Tuhfah,2011). Varietas tahan adalah suatu sifat genetic tanaman yang mampu menghasilkan produk yang lebih banyak dan lebih baik dibandingkan dengan varietas lain pada tingkat populasi hama yang sama. (Samsudin,2011).
Macam-macam
sifat ketahanan tanaman
Ketahanan tanaman inang terhadap hama, dapat bersifat : (1) genetik, yaitu sifat tahan yang diatur oleh sifat-sifat genetik yang dapat diwariskan, (2) morfologi, yaitu sifat tahan yang disebabkan oleh sifat morfologi tanaman yang tidak menguntungkan hama, dan (3) ekologi, yaitu ketahanan tanaman yang disebabkan oleh pengaruh faktor lingkungan.
Ketahanan Genetik
Berdasarkan susunan dan sifat-sifat gen, ketahanan genetik dapat dibedakan menjadi : (1) monogenik, sifat tahan diatur oleh satu gen dominan atau resesif, (2) oligogenik, sifat tahan diatur oleh beberapa gen yang saling menguatkan satu sama lain, (3) polygenik, sifat tahan diatur oleh banyak gen yang saling menambah dan masing-masing gen memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap biotipe hama sehingga mengakibatkan timbulnya ketahanan yang luas. Ketahanan genetik juga dapat dibedakan menjadi beberapa tipe : (1) ketahanan vertikal, ketahanan hanya terhadap satu biotipe hama, dan biasanya bersifat sangat tahan tetapi mudah patah oleh munculnya biotipe baru, (2) ketahanan horizontal atau ketahanan umum, ketahanan terhadap banyak biotipe hama dengan derajat ketahanan “agak tahan “, dan (3) ketahanan ganda, memiliki sifat tahan terhadap beberapa jenis hama. Tipe ketahanan vertikal dikendalikan oleh gen tunggal (monogenik) atau oleh beberapa gen (oligogenik ) dan hanya efektif terhadap biotipe hama tertentu. Secara umum sifat ketahanan vertikal mempunyai ciri-ciri : (1) biasanya diwariskan oleh gen tunggal atau hanya sejumlah kecil gen, (2) relatif mudah diidentifikasi dan banyak dipakai dalam program perbaikan ketahanan genetik, (3) biasanya dikaitkan dengan hipotesis “gen for gen” dari flor, (4) menghasilkan ketahanan genetik tingkat tinggi, tidak jarang mencapai imunitas, tetapi jika timbul biotipe baru maka ketahanan ini akan mudah patah dan biasanya tanaman menjadi sangat rentan terhadap biotipe tersebut, dan (5) biasanya menunda awal terjadinya epidemi, tetapi apabila terjadi epidemi maka kerentanannya tidak akan berbeda dengan kultivar yang rentan Tipe Ketahanan horizontal disebut juga ketahanan kuantitatif. Tanaman yang memiliki ketahanan demikian masih menunjukan sedikit kepekaan terhadap hama tetapi memiliki kemampuan untuk memperlambat laju perkembangan epidemi. Secara teoritis, ketahanan horisontal efektif untuk semua biotipe suatu hama. Oleh karena itu, umumnya sulit dipatahkan meskipun muncul biotipe baru dengan daya serang yang lebih tinggi. Varietas dengan tipe ketahanan demikian dapat diperoleh dengan cara mempersatukan beberapa gen ketahanan minor ke dalam suatu varietas dengan karakter agronomik yang unggul melalui pemuliaan konvensional maupun non-konvesional. Ciri-ciri khusus ketahanan horizontal adalah : (1) biasanya memiliki tingkat ketahanan yang lebih rendah dibandingkan dengan tipe ketahanan vertikal, dan jarang didapat immunitas, (2) diwariskan secara poligenik dan dikendalikan oleh beberapa atau banyak gen, (3) pengaruhnya terlihat dari penurunan laju perkembangan epidemi.
Berdasarkan gambaran di atas dapat disimpulkan, bahwa pemanfaatan varietas unggul dengan tipe ketahanan horisontal akan efektif terutama bila pada daerah pertanaman terdapat beberapa biotipe hama, karena varietas ini mempunyai beberapa gen pengendali ketahanan (poligenik) sehingga akan mampu mengendalikan serangan beberapa biotipe hama. Salah satu kerugian pemanfaatan varietas unggul dengan ketahanan horizontal adalah karena sifat ketahanan ini masih memungkinkan terjadinya infestasi oleh hama. Walaupun tingkat infestasi tersebut tidak menimbulkan kerugian ekonomik, tetapi tingkat penerimaan konsumen mungkin menjadi rendah. Misalnya, rendahnya permintaan konsumen atas buah yang luka atau sedikit berlubang, juga hasil biji-bijian yang berubah warnanya akibat serangan hama.
Ketahanan Ekologi
Ketahanan ekologi atau ketahanan kelihatan (apparent resistance) atau ketahanan palsu (pseudo resistance) dikendalikan oleh keadaan lingkungan.Ketahanan ekologi ini tidak diturunkan dan tergantung dari kekuatan tekanan dari lingkungan. Ada 3 bentuk ketahanan ekologi yaitu; a) pengelakan inang (escape), misalnya fenologi tanaman dan fenologi serangga sangat jauh berbeda, b) ketahanan dorongan, misalnya; ketahanan yang disebabkan adanya unsur hara N,P,K yang sangat mempengaruhi populasi hama, contohnya adalah Aphis sangat peka terhadap kandungan N pada tanaman dan mempunyai respon negatif terhadap kandungan K, c) ketahanan karena luput dari serangan hama, hal ini terjadi dikarenakan serangga hama menyerang tanaman inang secara acak, sehingga ada beberapa tanaman luput dari serangan.
Faktor-faktor tanaman Pengaruhnya terhadap serangga Ketebalan dinding sel,peningkatan kekerasan jaringan Pemulihan jaringan-jaringan yang terlukaKekokohan dan sifat-sifat lain dari batangRambut-rambut. Akumulasi lilin pada permukaanKandungan silica Gangguan pada makan dan mekanisme peletakan telur Serangga mati setelah pelukaan awal Gangguan pada makan, mekanisme peletakan telur, dehidrasi telur Pengaruh pada makan, pencernaan, peletakan telur, daya gerak, menempel, pengaruh racun dan pengacauan oleh alelokimia kelenjar rambut, halangan sebagai tempat tinggal Pengaruh pada kolonisasi dan peletakan telur Abrasi kutikula, hambatan makan Berbagai pengaruh (Samsudin,2011).
Ketahanan tanaman inang terhadap hama, dapat bersifat : (1) genetik, yaitu sifat tahan yang diatur oleh sifat-sifat genetik yang dapat diwariskan, (2) morfologi, yaitu sifat tahan yang disebabkan oleh sifat morfologi tanaman yang tidak menguntungkan hama, dan (3) ekologi, yaitu ketahanan tanaman yang disebabkan oleh pengaruh faktor lingkungan.
Ketahanan Genetik
Berdasarkan susunan dan sifat-sifat gen, ketahanan genetik dapat dibedakan menjadi : (1) monogenik, sifat tahan diatur oleh satu gen dominan atau resesif, (2) oligogenik, sifat tahan diatur oleh beberapa gen yang saling menguatkan satu sama lain, (3) polygenik, sifat tahan diatur oleh banyak gen yang saling menambah dan masing-masing gen memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap biotipe hama sehingga mengakibatkan timbulnya ketahanan yang luas. Ketahanan genetik juga dapat dibedakan menjadi beberapa tipe : (1) ketahanan vertikal, ketahanan hanya terhadap satu biotipe hama, dan biasanya bersifat sangat tahan tetapi mudah patah oleh munculnya biotipe baru, (2) ketahanan horizontal atau ketahanan umum, ketahanan terhadap banyak biotipe hama dengan derajat ketahanan “agak tahan “, dan (3) ketahanan ganda, memiliki sifat tahan terhadap beberapa jenis hama. Tipe ketahanan vertikal dikendalikan oleh gen tunggal (monogenik) atau oleh beberapa gen (oligogenik ) dan hanya efektif terhadap biotipe hama tertentu. Secara umum sifat ketahanan vertikal mempunyai ciri-ciri : (1) biasanya diwariskan oleh gen tunggal atau hanya sejumlah kecil gen, (2) relatif mudah diidentifikasi dan banyak dipakai dalam program perbaikan ketahanan genetik, (3) biasanya dikaitkan dengan hipotesis “gen for gen” dari flor, (4) menghasilkan ketahanan genetik tingkat tinggi, tidak jarang mencapai imunitas, tetapi jika timbul biotipe baru maka ketahanan ini akan mudah patah dan biasanya tanaman menjadi sangat rentan terhadap biotipe tersebut, dan (5) biasanya menunda awal terjadinya epidemi, tetapi apabila terjadi epidemi maka kerentanannya tidak akan berbeda dengan kultivar yang rentan Tipe Ketahanan horizontal disebut juga ketahanan kuantitatif. Tanaman yang memiliki ketahanan demikian masih menunjukan sedikit kepekaan terhadap hama tetapi memiliki kemampuan untuk memperlambat laju perkembangan epidemi. Secara teoritis, ketahanan horisontal efektif untuk semua biotipe suatu hama. Oleh karena itu, umumnya sulit dipatahkan meskipun muncul biotipe baru dengan daya serang yang lebih tinggi. Varietas dengan tipe ketahanan demikian dapat diperoleh dengan cara mempersatukan beberapa gen ketahanan minor ke dalam suatu varietas dengan karakter agronomik yang unggul melalui pemuliaan konvensional maupun non-konvesional. Ciri-ciri khusus ketahanan horizontal adalah : (1) biasanya memiliki tingkat ketahanan yang lebih rendah dibandingkan dengan tipe ketahanan vertikal, dan jarang didapat immunitas, (2) diwariskan secara poligenik dan dikendalikan oleh beberapa atau banyak gen, (3) pengaruhnya terlihat dari penurunan laju perkembangan epidemi.
Berdasarkan gambaran di atas dapat disimpulkan, bahwa pemanfaatan varietas unggul dengan tipe ketahanan horisontal akan efektif terutama bila pada daerah pertanaman terdapat beberapa biotipe hama, karena varietas ini mempunyai beberapa gen pengendali ketahanan (poligenik) sehingga akan mampu mengendalikan serangan beberapa biotipe hama. Salah satu kerugian pemanfaatan varietas unggul dengan ketahanan horizontal adalah karena sifat ketahanan ini masih memungkinkan terjadinya infestasi oleh hama. Walaupun tingkat infestasi tersebut tidak menimbulkan kerugian ekonomik, tetapi tingkat penerimaan konsumen mungkin menjadi rendah. Misalnya, rendahnya permintaan konsumen atas buah yang luka atau sedikit berlubang, juga hasil biji-bijian yang berubah warnanya akibat serangan hama.
Ketahanan Ekologi
Ketahanan ekologi atau ketahanan kelihatan (apparent resistance) atau ketahanan palsu (pseudo resistance) dikendalikan oleh keadaan lingkungan.Ketahanan ekologi ini tidak diturunkan dan tergantung dari kekuatan tekanan dari lingkungan. Ada 3 bentuk ketahanan ekologi yaitu; a) pengelakan inang (escape), misalnya fenologi tanaman dan fenologi serangga sangat jauh berbeda, b) ketahanan dorongan, misalnya; ketahanan yang disebabkan adanya unsur hara N,P,K yang sangat mempengaruhi populasi hama, contohnya adalah Aphis sangat peka terhadap kandungan N pada tanaman dan mempunyai respon negatif terhadap kandungan K, c) ketahanan karena luput dari serangan hama, hal ini terjadi dikarenakan serangga hama menyerang tanaman inang secara acak, sehingga ada beberapa tanaman luput dari serangan.
Faktor-faktor tanaman Pengaruhnya terhadap serangga Ketebalan dinding sel,peningkatan kekerasan jaringan Pemulihan jaringan-jaringan yang terlukaKekokohan dan sifat-sifat lain dari batangRambut-rambut. Akumulasi lilin pada permukaanKandungan silica Gangguan pada makan dan mekanisme peletakan telur Serangga mati setelah pelukaan awal Gangguan pada makan, mekanisme peletakan telur, dehidrasi telur Pengaruh pada makan, pencernaan, peletakan telur, daya gerak, menempel, pengaruh racun dan pengacauan oleh alelokimia kelenjar rambut, halangan sebagai tempat tinggal Pengaruh pada kolonisasi dan peletakan telur Abrasi kutikula, hambatan makan Berbagai pengaruh (Samsudin,2011).
Mekanisme
ketahanan tanaman
Mekanisme resistensi tanaman terhadap serangan hama dan penyakit ke dalam 3 bentuk, yaitu:
a. Ketidaksukaan (non preferences) atau juga disebut antixenotis, yaitu menolak kehadiran serangga pada tanaman. Bentuk mekanisme resistensi non preferences dibagi dalam dua kelompok, yaitu: antixenotis kimiawi, menolak kerana adanya senyawa allelokimia, dan antixenotis fisik, menolak karena adanya struktur atau morfologik tanaman.
b. Antibiotis yaitu semua pengaruh fisiologis pada hama yang merugikan dan bersifat sementara atau yang tetap, yang merupakan akibat dari hama yang memakan dan mencerna jaringan atau cairan tanaman tertentu. Gejala-gejala akibat antibiotis pada hama diantaranya, adalah: kematian larva atau pradewasa, pengurangan laju pertumbuhan, peningkatan mortalitas pupa, ketidakberhasilan dewasa keluar dari pupa, imago tidak normal dan fekunditas serta fertilitas rendah, masa hidup serangga berkurang, terjadi malformasi morfologik, kegagalan mengumpulkan cadangan makanan dan kegagalan hibernasi, perilaku gelisah dan abnormalitas lainnya.
Gejala-gejala abnormal tersebut terjadi diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain: adanya metabolit toksik pada jaringan tanaman seperti alkaloid, glukosid dan quinon, tidak ada atau kurang tersedianya unsur nutrisi utama bagi hama, ketidakseimbangan perbandingan unsur-unsur nutrisi yang tersedia, adanya antimetabolit yang menghalangi ketersediaan beberapa unsur nutrisi bagi hama, dan adanya enzim-enzim yang mampu menghalangi proses pencernaan makanan dan pemanfaatan unsur nutrisi oleh serangga.
c. Toleran merupakan respon tanaman terhadap hama, sehingga beberapa ahli tidak memasukannya dalam ketahanan. Beberapa faktor yang mengakibatkan tanaman toleran terhadap serangan hama, adalah:
Mekanisme resistensi tanaman terhadap serangan hama dan penyakit ke dalam 3 bentuk, yaitu:
a. Ketidaksukaan (non preferences) atau juga disebut antixenotis, yaitu menolak kehadiran serangga pada tanaman. Bentuk mekanisme resistensi non preferences dibagi dalam dua kelompok, yaitu: antixenotis kimiawi, menolak kerana adanya senyawa allelokimia, dan antixenotis fisik, menolak karena adanya struktur atau morfologik tanaman.
b. Antibiotis yaitu semua pengaruh fisiologis pada hama yang merugikan dan bersifat sementara atau yang tetap, yang merupakan akibat dari hama yang memakan dan mencerna jaringan atau cairan tanaman tertentu. Gejala-gejala akibat antibiotis pada hama diantaranya, adalah: kematian larva atau pradewasa, pengurangan laju pertumbuhan, peningkatan mortalitas pupa, ketidakberhasilan dewasa keluar dari pupa, imago tidak normal dan fekunditas serta fertilitas rendah, masa hidup serangga berkurang, terjadi malformasi morfologik, kegagalan mengumpulkan cadangan makanan dan kegagalan hibernasi, perilaku gelisah dan abnormalitas lainnya.
Gejala-gejala abnormal tersebut terjadi diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain: adanya metabolit toksik pada jaringan tanaman seperti alkaloid, glukosid dan quinon, tidak ada atau kurang tersedianya unsur nutrisi utama bagi hama, ketidakseimbangan perbandingan unsur-unsur nutrisi yang tersedia, adanya antimetabolit yang menghalangi ketersediaan beberapa unsur nutrisi bagi hama, dan adanya enzim-enzim yang mampu menghalangi proses pencernaan makanan dan pemanfaatan unsur nutrisi oleh serangga.
c. Toleran merupakan respon tanaman terhadap hama, sehingga beberapa ahli tidak memasukannya dalam ketahanan. Beberapa faktor yang mengakibatkan tanaman toleran terhadap serangan hama, adalah:
·
kekuatan
tanaman secara umum,
·
pertumbuhan
kembali jaringan tanaman yang rusak,
·
ketegaran
batang dan ketahanan terhadap rebah,
·
produksi
cabang tambahan,
·
pemanfaatan lebih
efisien oleh serangga dan kompensasi lateral oleh tanaman tetangganya.
·
Ketahanan tanaman inang
terhadap hama, dapat bersifat :
(genetik, yaitu sifat tahan yang diatur oleh sifat-sifat genetik yang dapat diwariskan,
morfologi, yaitu sifat tahan yang disebabkan oleh sifat morfologi tanaman yang tidak menguntungkan hama, danekologi, yaitu ketahanan tanaman yang disebabkan oleh pengaruh faktor lingkungan(Sylvia,2011).
(genetik, yaitu sifat tahan yang diatur oleh sifat-sifat genetik yang dapat diwariskan,
morfologi, yaitu sifat tahan yang disebabkan oleh sifat morfologi tanaman yang tidak menguntungkan hama, danekologi, yaitu ketahanan tanaman yang disebabkan oleh pengaruh faktor lingkungan(Sylvia,2011).
Kelebihan dan
kekurangan penggunaan varietas tahan
Sebagai komponen PHT beberapa kelebihan penggunaan varietas tahan hama adalah:
1. Penggunaan praktis dan secara ekonomi menguntungkan
2. Sasaran pengendalian yang spesifik
3.Evektifitas pengendalian bersifat komulatif dan persisten
4.Kompatibilitas dengan komponen PHT lainnya
5. Dampak negative terhadap lingkungan terbatas
Disamping keuntungan-keuntungan tersebut diatas teknik pengendalian ini juga memiliki beberapa keterbatasan atau permasalahan yang perlu kita ketahui antara lain:
1. Waktu dan biaya pengembangan yang besar
2. Keterbatasan sumber ketahanan
3. Timbulnya biotipe hama
4. Sifat ketahanan yang berlawanan(Tuhfah,2011).
Sebagai komponen PHT beberapa kelebihan penggunaan varietas tahan hama adalah:
1. Penggunaan praktis dan secara ekonomi menguntungkan
2. Sasaran pengendalian yang spesifik
3.Evektifitas pengendalian bersifat komulatif dan persisten
4.Kompatibilitas dengan komponen PHT lainnya
5. Dampak negative terhadap lingkungan terbatas
Disamping keuntungan-keuntungan tersebut diatas teknik pengendalian ini juga memiliki beberapa keterbatasan atau permasalahan yang perlu kita ketahui antara lain:
1. Waktu dan biaya pengembangan yang besar
2. Keterbatasan sumber ketahanan
3. Timbulnya biotipe hama
4. Sifat ketahanan yang berlawanan(Tuhfah,2011).
Lalat Bibit Kacang (Ophiomyia
phaseoli)
Lalat
bibit kacang (Ophiomyia phaseoli) termasuk serangga dari jenis Diptera :
Agromyzidae. Lalat bibit kacang menyerang sejak tanaman muda muncul ke
permukaan tanah hingga berumur 10 hari.Lalat bibit kacang betina meletakkan
telur pada tanaman muda yang baru tumbuh.Telur diletakkan dalam lubang tusukan antara epidermis atas dan bawah keping biji atau
disisipkan dalam jaringan mesofil dekat pangkal keping biji atau pangkal helai
daun pertama dan kedua. Telur berwarna putih seperti mutiara dan berbentuk
lonjong dengan ukuran panjang 0,31 mm dan lebar 0,15 mm. Setelah dua hari,
telur menetas dan keluar larva. Larva masuk ke dalam keping biji atau pangkal
helai daun pertama dan kedua, kemudian membuat lubang gerekan.Selanjutnya,
larva menggerek batang melalui kulit batang sampai ke pangkal batang dan
berubah bentuk menjadi kepompong. Pada pertumbuhan penuh, panjang larva
mencapai 3,75 mm. Kepompong mula-mula berwarna kuning kemudian berubah menjadi
kecoklat-coklatan.
Serangan
lalat bibit kacang ditandai oleh adanya bintik-bintik putih pada keping biji,
daun pertama atau kedua.Bintik-bintik tersebut adalah bekas tusukan alat
peletak telur (ovipositor) dari lalat bibit kacang betina.
Pengendalian
Pengendalian lalat bibit kacang ini
dapat dilakukan dengan cara:
·
Mulsa jerami.
·
Perlakuan benih (pada daerah endemik).
·
Penyemprotan insektisida saat tanaman berumur 7 hari jika
populasi mencapai ambang kendali (1 imago/50 rumpun) dengan jenis insektisida
Marshal 25 ST (agrios, 1996 ).
Lalat Batang (Melanagromyza
sojae)
Lalat batang (Melanagromyza
sojae) termasuk serangga dari jenis Diptera :Agromyzidae. Imago berwarna
hitam, bentuk tubuhnya serupa dengan lalat bibit kacang dengan sayap
transparan. Ukuran tubuh serangga betina 1,88 mm dan serangga jantan 3,9 mm.
Telur diletakkan pada bagian bawah daun sekitar pangkal tulang daun di daun
ketiga dan daun yang lebih muda. Telur berbentuk oval dengan ukuran panjang
0,36 mm dan lebar 0,13 mm. Setelah 2-7 hari telur menetas menjadi larva dan
memakan jaringan daun, kemudian menuju batang melalui tangkai daun dan masuk
serta menggerek batang bagian dalam. Kepompong terbentuk di dalam batang dengan
ukuran panjang 2,35 mm dan lebar 0,8 mm.
Serangan lalat batang ditandai
dengan adanya bintik-bintik bekas tusukan alat peletak telur pada daun
muda.Lubang gerekan larva pada batang dapat menyebabkan tanaman layu, mengering
dan mati.Lalat batang kacang dapat juga menyerang kacang hiris, kacang uci,
kacang hijau, Flemingia sp. dan Phaseolus sublobatur.
Pengendalian
Pengendalian lalat batang ini dapat
dilakukan dengan cara:
·
Mulsa jerami.
·
Perlakuan benih (pada daerah endemik).
·
Penyemprotan insektisida saat tanaman berumur 12 hari jika
populasi mencapai ambang kendali (1 imago/50 rumpun) dengan jenis insektisida
Furadan 3 G.
Lalat Pucuk (Melanagromyza
dolicostigma / Agromyza dolicostigma)
Lalat pucuk (Melanagromyza
dolicostigma / Agromyza dolicostigma) termasuk serangga
dari jenis Diptera : Agromyzidae. Serangga dewasa berupa lalat berwarna hitam,
bentuknya serupa dengan lalat bibit kacang. Panjang tubuh serangga betina 2,25
mm dan lebar tubuh 0,64 mm dengan rentang sayap 5,65 mm, sedangkan serangga
jantan mempunyai panjang tubuh 1,95 mm dan lebar 0,66 mm dengan rentang sayap
5,15 mm.Telur diletakkan pada permukaan bawah dari daun-daun bagian pucuk yang
belum membuka. Telur berwarna hijau keputih-putihan, berbentuk lonjong dengan
ukuran panjang 0,38 mm dan lebar 0,15 mm. Setelah keluar dari telur, larva
memakan dan menggerek ke dalam jaringan daun kemudian menuju pucuk tanaman
melalui tulang daun. Panjang tubuh larva yang telah tumbuh penuh berkisar
3,3-3,76 mm dengan lebar 0,7 mm. Kepompong dibentuk di dalam batang bagian
pucuk. Panjang kepompong berkisar 2,35-2,55 mm dengan lebar 0,42 mm.
Serangan lalat pucuk pada tingkat
populasi tinggi menyebabkan seluruh helai daun layu.Serangan pada awal
pertumbuhan umumnya jarang terjadi, kematian pucuk berlangsung pada saat
pembungaan.lalat pucuk ini dapat juga menyerang kacang uci, kacang buncis, Soya
hispida, Crotalaria juncea dan C. mucunoides
Pengendalian
Pengendalian lalat pucuk ini dapat
dilakukan dengan cara:
·
Varietas toleran.
·
Mulsa jerami.
·
Perlakuan benih (pada daerah endemik).
·
Penyemprotan insektisida saat tanaman berumur 18 hari jika
populasi mencapai ambang kendali (1 imago/50 rumpun) dengan jenis insektisida
Petrofur 3 G, Larvin 75 WP, Decis 2,5 EC, Bassa 50 EC, Ripcord 5 EC dan Regent
50 SC(deptan bogor,2006).
Busuk Batang Sclerotium
Patogen : Sclerotium rolfsii (Deuteromycota). Imperfect stage Struktur patogen : Sklerotium bulat, licin, berwarna agak kuning.
Gejala yang muncul yaitu :Pangkal batang kacang hijau sering terserang oleh jamur Sclerotium rolfsii. Tanaman yang terserang Sclerotium rolfsii akan menimbulkan gejala layu mendadak. Pada pangkal batang dan di permukaan tanah sekelilingnya terdapat benang-benang miselium seperti bulu, membentuk banyak sklerotium yang semula berwarna putih, kemudian menjadi berwarna coklat, sebesar biji sawi.Selain batang, jamur dapat menginfeksi daun-daun bawah, yang dimulai dari pangkal anak daun.Pangkal anak daun berwarna hijau kelabu kebasah-basahan.
Patogen : Sclerotium rolfsii (Deuteromycota). Imperfect stage Struktur patogen : Sklerotium bulat, licin, berwarna agak kuning.
Gejala yang muncul yaitu :Pangkal batang kacang hijau sering terserang oleh jamur Sclerotium rolfsii. Tanaman yang terserang Sclerotium rolfsii akan menimbulkan gejala layu mendadak. Pada pangkal batang dan di permukaan tanah sekelilingnya terdapat benang-benang miselium seperti bulu, membentuk banyak sklerotium yang semula berwarna putih, kemudian menjadi berwarna coklat, sebesar biji sawi.Selain batang, jamur dapat menginfeksi daun-daun bawah, yang dimulai dari pangkal anak daun.Pangkal anak daun berwarna hijau kelabu kebasah-basahan.
Pengendalian
Pengendalian penyakit ini terdapat beberapa cara yang telah diaplikasikan, diantaranya, yaitu: menanam varietas unggul yang resisten, sistem rotasi tanam antara palawija dengan tanaman lainnya seperti padi akan menghambat dalam kelangsungan hidup sclerotia dapat dikurangi dengan tanah yang diairi. Siklus penyakit juga dapat rusak dengan tanaman yang toleran atau resisten.
Melakukan desinfeksi atau mensterilkan tanah dengan uap panas atau dengan menggunakan zat kimia khusus, dan juga dengan meniadakan kontaminan pada biji-biji dengan perlakuan biji (seed treatment) dengan beberapa zat kimia.Perlakuan kimia pada saat tanam dengan menambah fungisida saat penanaman benih.
Pengendalian secara biologi juga dapat diterapkan dalam mengendalikan Sclerotium rolfsii, salah satu pengendalian secara biologi yang telah dilakukan yakni menggunakan Trichoderma glaucum sebagai cendawan antagonis yang efektif untuk mengendalikan Sclerotium rolfsii penyebab penyakit busuk batang pada kacang hijau.Pemindahan puing tanaman yang terinfeksi adalah penting karena hal ini dapat berfungsi sebagai inokulum bagi tanaman berikutnya. Penyebaran penyakit propagules juga harus dibatasi, dalam bentuk hifa atau sclerotia dalam tanah atau pada sampah (djafaruddin,2004).
Pengendalian penyakit ini terdapat beberapa cara yang telah diaplikasikan, diantaranya, yaitu: menanam varietas unggul yang resisten, sistem rotasi tanam antara palawija dengan tanaman lainnya seperti padi akan menghambat dalam kelangsungan hidup sclerotia dapat dikurangi dengan tanah yang diairi. Siklus penyakit juga dapat rusak dengan tanaman yang toleran atau resisten.
Melakukan desinfeksi atau mensterilkan tanah dengan uap panas atau dengan menggunakan zat kimia khusus, dan juga dengan meniadakan kontaminan pada biji-biji dengan perlakuan biji (seed treatment) dengan beberapa zat kimia.Perlakuan kimia pada saat tanam dengan menambah fungisida saat penanaman benih.
Pengendalian secara biologi juga dapat diterapkan dalam mengendalikan Sclerotium rolfsii, salah satu pengendalian secara biologi yang telah dilakukan yakni menggunakan Trichoderma glaucum sebagai cendawan antagonis yang efektif untuk mengendalikan Sclerotium rolfsii penyebab penyakit busuk batang pada kacang hijau.Pemindahan puing tanaman yang terinfeksi adalah penting karena hal ini dapat berfungsi sebagai inokulum bagi tanaman berikutnya. Penyebaran penyakit propagules juga harus dibatasi, dalam bentuk hifa atau sclerotia dalam tanah atau pada sampah (djafaruddin,2004).
Penyakit Kudis (Scab)
Patogen : Elsinoe glycines (Ascomycota), Struktur patogen : Konidia hialin, askus bulat telur atau jorong, 5-6,5 µm x 2-3 µm. Selain itu terdapat aservulus pada bagian tengah bercak yang baru atau di bagian tepi bercak yang muda, aservulus berbentuk cakram atau bantal. Selain itu tanda lain patogen ini yaitu konidiofor sangat pendek dan sangat rapat sehingga sukar dibedakan satu persatu.
Patogen : Elsinoe glycines (Ascomycota), Struktur patogen : Konidia hialin, askus bulat telur atau jorong, 5-6,5 µm x 2-3 µm. Selain itu terdapat aservulus pada bagian tengah bercak yang baru atau di bagian tepi bercak yang muda, aservulus berbentuk cakram atau bantal. Selain itu tanda lain patogen ini yaitu konidiofor sangat pendek dan sangat rapat sehingga sukar dibedakan satu persatu.
Gejala penyakit ini tampak pada
daun, tangkai daun, batang dan polong.Pada daun mula-mula timbul bercak kecil,
bulat dengan garis tengah 1-2 mm, coklat atau coklat kemerahan.Seringkali
jaringan daun di sekitar bercak menguning.Bercak sedikit demi sedikit membesar
sehingga garis tengahnya mencapai 3-5 mm, kadang-kadang tampak agak
bersudut.Bercak yang tua mempunyai pusat berwana kelabu atau putih kelabu dan
dapat berlubang.Bercak daun terjadi pada atau sepanjang tulang daun atau tulang
tengah.Pada tulang daun dan tulang tengah daun, bercak tampak seperti kanker
atau kudis berwarna suram dan tampak lebih jelas pasa bagian bawah daun
daripada sisi atas daun.Daun mengeriting jika terinfeksi pada waktu masih muda.
Pada batang bercak bulat atau lonjong dengan garis tengah 3-5 mm, pusatnya berwana kelabu atau putih kelabu.Seringkali bercak bersatu sehingga panjangnya bisa mencapai 1cm atau lebih, sejajar dengan sumbu batang.Bercak sering agak terangkat, suram, berwana kelabu atau putih kelabu, dan menunjukkan gejala kudis yang khas.
Gejala pada polong merupakan gejala yang paling jelas. Bercak-bercak pada polong hijau yang masih muda agak melekuk, jorong, agak bulat, atau kadang-kadang tidak teratur, ukurannya bervariasi dari satu titik sampai bergaris tengah 5-8 mm. bercak berwarna coklat tua atau coklat kemerahan dan pusatnya sering berwana kelabu jika polong menjadi masak, bercak-bercak sedikit demi sedikit terangkat dan warnanya menjadi lebih muda, yaitu kelabu atau putih kelabu.
Pada batang bercak bulat atau lonjong dengan garis tengah 3-5 mm, pusatnya berwana kelabu atau putih kelabu.Seringkali bercak bersatu sehingga panjangnya bisa mencapai 1cm atau lebih, sejajar dengan sumbu batang.Bercak sering agak terangkat, suram, berwana kelabu atau putih kelabu, dan menunjukkan gejala kudis yang khas.
Gejala pada polong merupakan gejala yang paling jelas. Bercak-bercak pada polong hijau yang masih muda agak melekuk, jorong, agak bulat, atau kadang-kadang tidak teratur, ukurannya bervariasi dari satu titik sampai bergaris tengah 5-8 mm. bercak berwarna coklat tua atau coklat kemerahan dan pusatnya sering berwana kelabu jika polong menjadi masak, bercak-bercak sedikit demi sedikit terangkat dan warnanya menjadi lebih muda, yaitu kelabu atau putih kelabu.
Pengendalian
Pengendalian penyakit ini terdapat beberapa cara, yaitu: menggunakan varietas yang tahan bila memungkinkan, merotasikan tanah bekas tanaman kacang hijau dengan tanaman yang berbeda familinya, dan memperbaiki system drainase lahan. Selain secara teknis, pengendalian secara kimia dilakukan dengan penyemprotan fungisida (masnawy,1991).
Pengendalian penyakit ini terdapat beberapa cara, yaitu: menggunakan varietas yang tahan bila memungkinkan, merotasikan tanah bekas tanaman kacang hijau dengan tanaman yang berbeda familinya, dan memperbaiki system drainase lahan. Selain secara teknis, pengendalian secara kimia dilakukan dengan penyemprotan fungisida (masnawy,1991).
Penyakit Embun Tepung (Downy Mildew)
Patogen : Oidium sp. (Deuteromycota), Struktur patogen : Konidium berbentuk seperti rantai, hialin, terdiri 4-8 konidia. Gejala yang diperlihatkan adalah mula-mula pada permukaan atas daun terdapat bercak putih, yang lalu meluas sehingga dapat menutupi seluruh permukaan daun. Lebih dulu gejala tampak pada daun-daun bawah.Lapisan putih dapat juga terjadi pada batang dan polong.Lapisan putih itu adalah miselium, konidofor, dan konidium jamur.Pada serangan yang parah daun layu dan rontok.Bila serangan yang parah ini timbul sebelum pembungaan, tanaman tidak dapat membentuk polong, atau membentuk polong kecil yang menghasilkan sedikit biji yang tidak normal.
Patogen : Oidium sp. (Deuteromycota), Struktur patogen : Konidium berbentuk seperti rantai, hialin, terdiri 4-8 konidia. Gejala yang diperlihatkan adalah mula-mula pada permukaan atas daun terdapat bercak putih, yang lalu meluas sehingga dapat menutupi seluruh permukaan daun. Lebih dulu gejala tampak pada daun-daun bawah.Lapisan putih dapat juga terjadi pada batang dan polong.Lapisan putih itu adalah miselium, konidofor, dan konidium jamur.Pada serangan yang parah daun layu dan rontok.Bila serangan yang parah ini timbul sebelum pembungaan, tanaman tidak dapat membentuk polong, atau membentuk polong kecil yang menghasilkan sedikit biji yang tidak normal.
Pengendalian
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan menggunakan varietas yang tahan terhadap penyakit embun tepung. Pengendalian secara kimia dapat diakukan dengan penyerbukan belerang dan penyemprotan fungisida ( bahan kimia dinokap dan benomyle).
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan menggunakan varietas yang tahan terhadap penyakit embun tepung. Pengendalian secara kimia dapat diakukan dengan penyerbukan belerang dan penyemprotan fungisida ( bahan kimia dinokap dan benomyle).
Mosaik Kuning
Patogen :Bean yellow mosaic virus (BYMV), Struktur patogen : Berbentuk basil lentur Gejala yang ditimbulkan akibat serangan patogen ini yaitu pada daunnya terdapat bercak-bercak kuning, serangan lanjut patogen ini menyebabkan daun kuning semuanya, proses asimilasi terganggu, pertumbuhan tidak normal dan menyebabkan tanaman kerdil.
Patogen :Bean yellow mosaic virus (BYMV), Struktur patogen : Berbentuk basil lentur Gejala yang ditimbulkan akibat serangan patogen ini yaitu pada daunnya terdapat bercak-bercak kuning, serangan lanjut patogen ini menyebabkan daun kuning semuanya, proses asimilasi terganggu, pertumbuhan tidak normal dan menyebabkan tanaman kerdil.
Pengendalian
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan penanaman varietas tahan dan bebas virus, mencabut dan membakar tanaman terserang, menggunakan insektisida untuk memberantas serangga vektor di lapangan, melakukan pergiliran tanaman, mencegah dan memperhatikan bahan perbanyakan yang bebas dari penyakit ini, serta pemakaian antibiotika (yudianti,2007).
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan penanaman varietas tahan dan bebas virus, mencabut dan membakar tanaman terserang, menggunakan insektisida untuk memberantas serangga vektor di lapangan, melakukan pergiliran tanaman, mencegah dan memperhatikan bahan perbanyakan yang bebas dari penyakit ini, serta pemakaian antibiotika (yudianti,2007).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1
Bahan dan alat
Bahan
yang diperlukan dalam praktikum ini adalah 4 varietas benih kacang hijau masing
maasing 30 gram, lahan praktikum berupa 4 bedeng dengan ukuran 3.5 x 1 m2,
16 kg pupuk kandang, 30 gram furadan 3G.
3.2 Langkah kerja
1. Lahan
dibersihkan dari gulma menggunakan cangkul dan dibuat 4 bedengan berukuran
panjang 3.5 m x lebar 1 m , dan tinggi bedengan 20 cm. jarak antar bedengan
adalah 60 cm dan dilanjutkan dengan pemberian pupuk kandang dengan cara ditabur
sebanyak 7 kg/bedengan.
2. Benih
kacang hijau disiapkan. Benih diseleksi kesehatannya menggunakan loup. Benih
benih yang cacat, mempunyai gejala penyakit dan serangan hama dikeluarkan
sehingga didapatkan benih yang sehat.
3. Menanam
benih pada bedengan dengan cara menugal 2 benih sedalam 10 cm dengan jarak
tanam 40 x 40 cm, dengan masing masing perlakuan, yaitu :
a. Perlakuan
1. Varietas gelatik pada bedengan 1, benih kacang hijau varietas gelatik yang
telah diseleksi ditanam sebanyak 2 benih perlubang tanam kemudian lubang tanam
ditutup dengan tanah.
b. Perlakuan
2. Varietas kutilang pada bedengan 2, benih kacang hijau varietas kutilang yang
telah diseleksi ditanam sebanyak 2 benih perlubang tanam kemudian lubang tanam
ditutup dengan tanah.
c. Perlakuan
3. Varietas walet pada bedengan 3, benih kacang hijau varietas walet yang telah
diseleksi ditanam sebanyak 2 benih perlubang tanam kemudian lubang tanam
ditutup dengan tanah.
d. Perlakuan
4. Varietas merak pada bedengan 4, benih kacang hijau varietas merak yang telah
diseleksi ditanam sebanyak 2 benih perlubang tanam kemudian lubang tanam
ditutup dengan tanah.
4. Memelihara
tanaman selama 12 minggu. Dilakukan penyiangan secara manualdengan cara mencabut atau menggunakan
sabit pada minggu ke 4 dan 8 setelah tanam. Pada minggu ke 3 dan 5 tanaman
disemprot dengan pestisida nabati konsentrasi 3 %.
5. Pengamatan
dilakukan terhadap :
a. Jumlah
tanaman yang tumbuh pada hari ke 6 dan 13 setelah tanam. Menghitung jumlah
tanaman yang tumbuh pada setiap bedeng dan dibandingkan dengan jumlah lubang
tanam
b. Menghitung
tinggi tanaman setiap minggu dengan cara mengukur dari pangkal batang sampai
daun paling ujung dengan menggunakan mistar
c. Menghitung
jumlah tanaman yang terserang hama pemakan daun. Dihitung dengan mengamati
jumlah tanaman yang memiliki gejala serangan hama pemakan daun dibandingkan
dengan jumlah tanaman yang ditanam.
d. Menghitung
jumlah tanaman yang terserang penyakit karat. Dihitung dengan mengamati jumlah
tanaman yang memiliki gejala serangan penyakit karat dan membandingkan dengan
jumlah tanaman yang tumbuh. Yang dilakukan pada mingu ke 8-12.
e. Menghitung
jumlah populasi hama aphids. Menghitung jumlah aphids pada setiap tanaman dan
merata-ratakannya.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel hasil pengukuran tinggi tanaman kacang hijau
No
|
Perlakuan varietas
|
Sampel
|
Pengamatan ke – (cm)
|
||
1
|
2
|
3
|
|||
1
|
Merak
|
1
|
10
|
14
|
22.5
|
2
|
10
|
14
|
26.5
|
||
3
|
10
|
13
|
23.5
|
||
Rata rata
|
10
|
13.66
|
24.16
|
||
2
|
Kutilang
|
1
|
9
|
10
|
24.5
|
2
|
9.7
|
13
|
26.5
|
||
3
|
9.5
|
12
|
23.5
|
||
Rata rata
|
9.4
|
11.66
|
24.83
|
||
3
|
gelatik
|
1
|
10.5
|
13
|
23.8
|
2
|
11
|
14
|
21.5
|
||
3
|
8.5
|
10
|
19.5
|
||
Rata rata
|
10
|
12.33
|
21.6
|
||
4
|
Walet
|
1
|
9
|
10
|
21.5
|
2
|
9
|
12
|
24
|
||
3
|
8
|
12
|
23
|
||
Rata rata
|
8.66
|
11.33
|
22.83
|
Tabel jumlah daun tanaman kacang hijau
No
|
Perlakuan varietas
|
Sampel
|
Pengamatan ke – (cm)
|
||
1
|
2
|
3
|
|||
1
|
Merak
|
1
|
4
|
14
|
35
|
2
|
4
|
10
|
32
|
||
3
|
4
|
12
|
28
|
||
Rata rata
|
4
|
12
|
31.66
|
||
2
|
Kutilang
|
1
|
6
|
14
|
31
|
2
|
4
|
10
|
32
|
||
3
|
6
|
12
|
28
|
||
Rata rata
|
5.33
|
12
|
30.33
|
||
3
|
gelatik
|
1
|
6
|
13
|
32
|
2
|
6
|
15
|
33
|
||
3
|
6
|
14
|
29
|
||
Rata rata
|
6
|
14
|
31.33
|
||
4
|
Walet
|
1
|
8
|
19
|
29
|
2
|
8
|
17
|
30
|
||
3
|
6
|
15
|
32
|
||
Rata rata
|
7.33
|
17
|
30.33
|
Tabel laporan pengamatan :
No
|
Perlakuan varietas
|
Persentase tanaman tumbuh (%) *
|
Tinggi tanaman (cm) *
|
Jumlah daun
*
|
Serangan lalat bibit (%) *
|
Persentase penyakit layu (%) *
|
Persentase penyakit karat (%) *
|
1
|
Gelatik
|
100
|
21.6
|
31.33
|
0
|
0
|
0
|
2
|
Kutilang
|
100
|
24.83
|
30.33
|
0
|
0
|
0
|
3
|
Walet
|
100
|
22.83
|
30.33
|
0
|
0
|
0
|
4
|
Merak
|
100
|
24.16
|
31.66
|
0
|
0
|
0
|
Catatan : ( * ) =
data pengamatan terakhir
4.2 pembahasan
Dari
tabel di atas yaitu data hasil pengamatan terakhir dapat dilihat bahwa
persentase tanaman tumbuh setiap varietas mencapai 100 % yang berarti semua
tanaman dalam setiap bedeng tumbuh semua.
Kemudian untuk pengamatan tinggi tanaman diperoleh pada varietas gelatik
setinggi 21.6 cm untuk kutilang setinggi 24.83 cm untuk walet didapatkan
setinggi 22.83 cm dan untuk varietas
merak rata rata pengukuran terakhirnya adalah 24.16 cm sehingga untuk tinggi
tanaman yang paling tertinggi adalah varietas kutilang yaitu setinggi 24.83 cm. Kemudian
untuk jumlah daun setiap vaarietas diperoleh tidak jauh berbeda dimana untuk
varietas gelatik diperoleh rata rata
jumlah daun sebanyak 31.33, untuk varietas kutilang sebanyak 30.33 dan untuk
varietas walet sebanyak 30.33 dan kemudian merak 31.66 dan bila dilihat dari
decimal nya maka yang jumlah daun yang tertinggi diperoleh oleh varietas merak. Untuk
serangan lalat bibit pada tanaman kacang hijau untuk semua varietas tidak ada
sehingga serangan lalat bibit pada semua varietas adalah 0 % begitu juga dengan
pengamatan penyakit layu pada tanaman kacang hijau untuk semua varietas yang
ditanam tidak mengalami serangan penyakit dan begitu juga untuk pengamatan
terhadap persentase penyakit karat belum terlihat satu pun tanaman kacang hijau
yang terserang, hal itu diduga karena umur tanaman kacang hijau belum berumur 8
– 12 minggu.
Selain itu untuk semua tanaman varietas kacang hijau yang
ditanam tidak terlihat adanya serangan dari hama pemakan daun diduga karena
kondisi lahan atau bedengan tanaman kacang hijau bersih dari gulma atau inang
alternative. Kemudian untuk hama aphids sejak tanaman kacang hijau ditanam
hingga pengamatan terakhir tidak ada hama aphids yang terlihat di bedengan
kacang hijau, sehingga semua tanaman kacang hijau bersih dari serangan hama dan
penyakit. Dan
untuk lebih jelasnya, hasil pengamatan dapat disajikan dalam bentuk grafik
berikut :
Pada grafik di atas jelas terlihat
bahwa varietas kutilang pada pengamatan terakhir atau pengukuran ketiga yang
lebih tinggi yaitu 24.83 cm dan yang paling rendah didapat oleh varietas walet
hal itu berbeda karena memang varietas yang digunakan berbeda.
Pada grafik jumlah daun di atas
dapat dilihat bahwa varietas merak pada pengamatan pertama hasilnya yang paling
rendah dan pengamatan kedua naik menjadi
12 dan pengamatan ketiga rata rata jumlah daunnya bila digenapkan adalah 32
sehinga jumlah daun tertinggi diperoleh oleh varietas merak setelah
dilakukanengamatan yang ketiga.Dan rata rata jumlah daun terendah pada
pengukuran ketiga didapat oleh varietas kutilang dan walet yaitu apabila
digenapkan berjumlah 30 daun.
BAB V
PENUTUP
5.1 kesimpulan
Dari praktikum yang telah saya ikuti
dan dari hasil pengamatan yang
didapatkan maka dapat saya simpulkan beberapa hal seperti di bawah ini :
1. Tidak terlihat perbedaan hama pada
perlakuan varietas yang berbeda
2. Tinggi tanaman kacang hijau
diperoleh oleh varietas kutilang (24.83 cm )
3. Jumlah daun terbanyak diperoleh oleh
varietas merak 31.66 atau digenapkan 32 daun
4. Umur tanaman kacang hijau
mempengaruhi ada tidaknya serangan hama dan penyakit
5. Pada tanaman kacang hijau yang muda
belum terdapat serangan hama aphids
dan hama pemakan daun
6. Pada
semua varietas tanaman kacang hijau yang ditanam tidak terdapat penyakit
karat
5.2 saran Saran saya untuk praktikan yang akan
melakukan praktikum ini sebaiknya pengamatan dilakukan hingga pada fase
generative atau panen kemudian agar data lebih akurat sebaiknya dilakukan
beberapa ulangan pada perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G. N. 1996. Ilmu Penyakit
Tumbuhan Dasar. Yogyakarta: UGM Press.
Departemen Pertanian. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2006. Hama,
Penyakit dan Masalah Hara pada Tanaman
Kedelai. Identifikasi dan Pengendaliannya. Bogor
Djafaruddin. 2004. Dasar-dasar
Pengendalian Penyakit Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.
Samsudin,Ir. H. 2011. Varietas tanaman tahan.http://www.pertaniansehat.or.id Diakses 25 November 2014
Samsudin,Ir. H. 2011. Varietas tanaman tahan.http://www.pertaniansehat.or.id Diakses 25 November 2014
Matnawy, Hudi. 1991. Perlindungan
Tanaman. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Tuhfah,Riecha. 2011. Penggunaan Varietas Tahan. http://riecha-aryani..comDi akses 25 November 2014
Tuhfah,Riecha. 2011. Penggunaan Varietas Tahan. http://riecha-aryani..comDi akses 25 November 2014
Yudiarti, Turrini. 2007. Ilmu
Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
No comments:
Post a Comment
mohon komentarnya